Long Distance Live

thebankerrants.blogspot.com


"Long Distance Live", tidak pernah terbayang sebelumnya akan mengalami hal seperti ini. Hidup berjauhan dengan suami sementara selama ini kami selalu tinggal satu rumah. Pernah aku dengar kisah teman-teman yang terpaksa harus menjalani long distance live. Ada yang enjoy, ada yang berakhir buruk ada yang akhirnya masing-masing tergoda dengan rumput tetangga.

Waduh, pikiran buruk sempat berkecamuk di otakku. Bagaimana jika hal buruk terjadi pada kami?Oh no,no,no tidak boleh lebay, aku menguatkan diri. Semua akan baik-baik saja dan kami pasti bisa melaluinya. Aku jadi teringat rumahtangga kakak kelasku saat kuliah dulu. Mereka harus terpisah jarak karena pekerjaan selama bertahun-tahun tapi mereka sanggup menjalaninya. Atau rumahtangga temanku yang lain yang sering ditinggal suaminya ke luar kota, mereka adem ayem saja. Juga rumahtangga teman penaku yang harus terpisah lautan karena suaminya mendapat tugas belajar ke luar negeri, nyatanya mereka baik-baik saja.

Huft, benar juga sih, kataku pada diri sendiri. Kuncinya tentu komitmen dan kepercayaan. Bahwa aku dan suami akan terus menjaga perkawinan ini sampai kapanpun. Berfikir positif, jalin komunikasi dan buang buruk sangka itu jauh-jauh.

Sedikit lega karena kami berdua telah intensif membahas ini sebelum keberangkatan suamiku. Lagian cuma sebentar saja, paling cuma dua setengah bulan. Ya ampun Ety, Ety kirain mau ditinggal berapa tahun gitu..Hi..hi..hi..namanya tidak terbiasa jauh-jauhan, pastilah dag-dig dug. Apalagi aku di perantauan, jauh dari orangtua dan saudara. Kami hanya bertiga, aku dan kedua putriku.

Hari-hari pertama menjadi amat berat. Anak-anak belum terbiasa di tinggal lama oleh Abinya. Si Sulung sudah lebih paham. Lain anak bungsuku, dia rewel terus. Seharian merajuk melulu. Sampai mau tidur pun masih merajuk. Hari pertama terlewati, hari-hari selanjutnya lebih mudah dijalani. Sekarang semua sudah terbiasa, mereka kangen tapi mereka tahu masih harus menunggu untuk bisa bertemu Abinya. Kerinduan mereka terobati dengan komunikasi lewat telepon hampir setiap hari. Note: long distance live boros pulsa he..he..he.

Lega dengan urusan anak-anak, muncul masalah lain. Kunci pintu rumah hilang saat aku berbelanja sayur di warung. Menyusuri jalan komplek yang aku lalui telah kulakukan berulang-ulang namun kunci rumah tidak ketemu. Gawat nih, dak bisa masuk. Untung saja ada tukang bangunan yang sedang bekerja di depan rumah. Aku minta tolong dia untuk "merusak pintu belakang, agar aku bisa masuk. Bisa masuk juga akhirnya meski harus membongkar pintu belakang. Note: kalau pergi bawa kunci jangan cuma satu deh, trus kunci diberi gantungan jadi kalau jatuh bisa kedengaran suaranya.

Urusan belanja bulanan yang biasanya ada yang bantu bawa belanjaan, kini harus bawa sendiri sambil mengawasi dua putriku berjalan di sampingku. Kerepotan pasti, terbiasa ada yang bantu jadi keenakkan. Giliran harus sendiri begini terasa deh, pegelnya tanganku bawa 5 kantong belanjaan yang tidak ringan itu.

Kami berencana pindah ke kota lain setelah kenaikan kelas nanti. Suami yang sudah berada di sana membuatku harus mengepak barang-barang kami sendirian termasuk melepas baut lemari agar bisa dibawa dan tidak memakan tempat. Ya, semua serba sendiri.

Tapi dipikir-pikir ada hikmahnya  juga hidup berjauhan begini. Diriku yang awalnya penakut jadi dituntut berani pergi kemana pun sendiri. Belum lagi melihat anak-anak yang jadi lebih mandiri dan patuh. Dan kelihatannya berat badanku ikutan turun deh. Asyik, tidak perlu repot-repot diet.

Ya, semua yang kita alami dan harus kita jalani memang ada hikmahnya. Meski awalnya terlihat berat. Ternyata kekhawatiran dan ketakutanku hanya ada dipikiranku saja. Setelah dijalani semua tidak seberat dugaanku.







Komentar